Harapan terbesarku dalam menyampaikan kisah hidupku adalah agar aku bisa menunjukkan pada masyarakatku – orang² Palestina adalah umat Islam yang dimanfaatkan oleh rezim² korup selama ratusan tahun – bahwa kebenaran bisa memerdekakan mereka.
Melalui kisahku ini, aku harap masyarakat Israel juga mengetahui bahwa ada harapan. Jika aku, putra organisasi teroris yang berjuang bagi kepunahan Israel, dapat mencapai titik dimana aku tidak hanya belajar mencintai masyarakat Yahudi tapi bahkan juga mempertaruhkan nyawa bagi mereka, maka tentunya ada sinar harapan.
Kisahku juga mengandung pesan bagi orang² Kristen. Kita harus belajar dari penderitaan masyarakatku, yang menanggung beban berat dalam usaha menyenangkan tuhan mereka. Kita harus melangkah lebih jauh daripada sekedar mengetahui aturan² agama sendiri. Sebaliknya, kita harus menerapkan ajaran itu dengan mengasihi umat manusia – dari segala penjuru dunia – tanpa syarat. Jika kita ingin menunjukkan Yesus pada dunia, maka kita pun harus hidup sesuai dengan pesanNya. Jika kita ingin mengikuti Yesus, kita pun harus bersiap-siap untuk ditindas. Kita harus bersyukur karena ditindas demi diriNya.
Untuk para ahli masalah Timur Tengah, para pejabat Pemerintahan², dan para pemimpin agen² rahasia, aku harap kisahku yang sederhana ini bisa memberi sumbangan untuk mengerti masalah dan solusi di daerah² yang paling banyak berperang di dunia.
Aku sampaikan kisahku dengan kesadaran bahwa banyak orang, termasuk mereka yang paling kucintai, tidak akan pernah bisa menerima motivasi dan cara pikirku.
Sebagian orang akan menuduhku bahwa aku menjadi mata² Israel karena alasan uang. Ironisnya adalah aku dulu tidak punya masalah keuangan, tapi sekarang aku benar² hidup kekurangan. Memang benar bahwa dulu keluargaku hidup sengsara, terutama saat ayah dipenjara, tapi akhirnya aku di Palestina bisa menjadi pemuda yang beruang. Dengan gaji dari Pemerintah Israel, aku dulu berpendapatan sepuluh kali lebih banyak daripada pendapatan rata² masyarakatku. Aku dulu hidup senang, punya dua rumah, dan punya mobil sport baru. Bahkan sebenarnya aku bisa mendapat uang lebih banyak lagi.
Ketika aku memberitahu pihak Israel bahwa aku tak mau lagi bekerja bagi mereka, mereka menawarkan untuk memberi modal membangun perusahaan komunikasi yang memungkinkan aku memperoleh jutaan dollar jika aku bersedia tinggal di Israel. Tapi aku menolak tawaran mereka dan datang ke Amerika Serikat, di mana sampai sekarang aku tidak bisa mendapatkan pekerjaan penuh dan tidak memiliki tempat tinggal. Memang aku berharap suatu hari nanti aku tidak kesulitan keuangan lagi, tapi aku telah belajar bahwa uang saja tidak akan pernah bisa membahagiakan diriku. Jika uang adalah tujuan utamaku, tentunya aku sekarang tetap akan tinggal di Palestina dan tetap bekerja bagi Israel. Sejak datang ke AS, aku bisa saja menerima sumbangan dari orang² di sekitarku. Tapi itu tak kulakukan, karena uang memang bukanlah prioritas utama bagiku – dan juga aku tak mau memberi kesan bahwa uanglah yang mendorongku berbuat sesautu.
Sebagian orang mengira aku suka mendapatkan perhatian, tapi aku telah mendapatkan itu pula di tempat tinggalku dulu.
Yang sukar tergantikan adalah kekuasaan dan otoritas yang dulu kunikmati sebagai putra ketua senior Hamas. Setelah mencicipi kekuasaan, aku tahu bahwa itu bisa membuat orang ketagihan – jauh lebih kuat daripada uang. Aku menikmati kekuasaanku dalam hidupku yang dulu, tapi jika kau ketagihan sesuatu, misalnya kekuasaan, maka kau sendiri akan terbelenggu olehnya.
Kemerdekaan, rindu akan kemerdekaan, adalah pesan utama sebenarnya dari kisahku.
Aku adalah putra dari masyarakat yang telah diperbudak oleh sistem² korup selama berabad-abad.
Aku adalah tawanan pihak Israel saat mataku terbuka dan melihat fakta bahwa orang² Palestina sebenarnya ditindas oleh para pemimpin mereka sendiri, selain juga oleh Israel.
Aku dulu adalah pengikut setia agama yang mewajibkan ketaatan penuh untuk melakukan ibadah berat guna menyenangkan tuhan Qur’an, dan agar bisa masuk surga.
Aku dulu punya uang, kekuasaan, dan kedudukan, tapi yang benar² kuinginkan adalah kemerdekaan. Dan kemerdekaan ini juga berarti meninggalkan segala kebencian, kecurigaan, dan keinginan balas dendam.
Pesan Yesus – kasihi musuhmu – inilah yang akhirnya memerdekakan diriku. Sudah tidak jadi masalah siapakah temanku atau musuhku; aku wajib mengasihi mereka semua. Dan aku juga bisa memiliki hubungan penuh kasih dengan Tuhan yang akan menolongku mengasihi orang lain.
Memiliki hubungan seperti itu dengan Tuhan bukan hanya merupakan sumber kemerdekaanku, tapi juga kunci untuk menjalani hidupku yang baru.
Setelah membaca buku ini, mohon jangan mengira bahwa aku adalah pengikut Yesus yang hebat. Aku masih berjuang sampai sekarang. Semua pengetahuanku yang sedikit tentang imanku kudapat dari belajar dan membaca Alkitab. Dengan kata lain, aku adalah pengikut Yesus Kristus tapi aku baru mulai saja menjadi muridNya.
Aku lahir dan dibesarkan di lingkungan relijius yang menetapkan bahwa keselamatan hanya bisa dicapai melalui kerja keras. Aku harus berjuang keras menyingkirkan pandangan ini untuk menerima kebenaran:
Efesus 4:22-24
Sebab itu tanggalkanlah manusia lama dengan pola kehidupan lama yang sedang dirusakkan oleh keinginan-keinginannya yang menyesatkan.
Hendaklah hati dan pikiranmu dibaharui seluruhnya.
Hendaklah kalian hidup sebagai manusia baru yang diciptakan menurut pola Tuhan; yaitu dengan tabiat yang benar, lurus dan suci.
Sama seperti banyak pengikut Yesus lainnya, aku telah meminta ampun atas dosa²ku, dan aku tahu bahwa Yesus adalah Anak Tuhan yang telah jadi manusia, mati bagi dosa² kita, bangkit dari kematian, dan duduk di sebelah kanan Bapak. Aku telah dibaptis. Meskipun demikian aku merasa baru saja berada di pintu gerbang Kerajaan Tuhan. Aku diberitahu bahwa akan jauh lebih banyak lagi daripada ini. Tentunya aku ingin mengalami semuanya itu.
Di saat ini, aku masih berjuang melawan nafsu duniawi, nafsu daging dan setan. Aku masih sering salah mengerti dan bingung. Aku kadang² bergumul dengan permasalahan yang sebenarnya tak nampak. Tapi aku berharap, sama seperti Rasul Paulus menjabarkan dirinya pada Timotius sebagai “orang yang paling berdosa” (1 Timotius 1:16), bahwa aku bisa menjadi orang yang dibentuk Tuhan, selama aku tidak menyerah.
Maka jika bertemu aku di jalanan, mohon jangan minta nasehat atau jawaban tentang arti ayat Alkitab tertentu, karena kemungkinan besar kau jauh lebih berpengetahuan daripada aku. Jangan melihat diriku sebagai piala kemenangan agama Kristen, tapi berdoalah bagiku agar aku bisa terus tumbuh dalam iman dan tidak menginjak banyak jari kaki orang lain sewaktu aku belajar menari bersama Sang Pengantin.
Selama kita mencari musuh di luar dan tidak di dalam diri kita sendiri, maka masalah Timur Tengah akan terus terjadi.
Agama bukanlah solusi masalah Timur Tengah. Agama tanpa Yesus hanyalah keyakinan membenarkan diri sendiri saja. Merdeka dari penindasan juga tidak akan mampu memecahkan permasalahan. Setelah merdeka dari penindasan di Eropa, Israel malah jadi penindas orang lain pula. Jikalau nantinya telah merdeka dari penindasan, umat Muslim akan menjadi penindas orang lain pula. Anak² yang ditindas kelak akan tumbuh besar menjadi orang² yang suka menindas orang lain juga. Hal ini merupakan hal yang klise tapi benar: orang² yang disakiti, jika belum disembuhkan, maka nantinya akan menyakiti orang lain pula.
Karena dimanipulasi dusta dan didorong sikap rasis, kebencian, dan nafsu balas dendam, aku dulu pun menuju jalan yang akan membuatku jadi serupa dengan masyarakatku. Tapi di tahun 1999, aku bertemu dengan Tuhan yang sejati. Dia adalah Bapak yang kasihNya melebihi apapun, yang rela mengorbankan PutraNya yang tunggal untuk mati di kayu salib demi menebus dosa dunia. Dia adalah Tuhan, yang tiga hari kemudian menunjukkan kekuasaan dan kemulianNya dengan membangkitkan Yesus dari kematian. Dia adalah Tuhan yang tidak hanya memerintahkan diriku untuk mencintai dan mengampuni musuh²ku sama seperti Dia pun telah mencintai dan mengampuniku, tapi menguatkanku pula.
Kebenaran dan pengampunan merupakan satu²nya jalan keluar bagi Timur Tengah. Tantangannya, terutama bagi masyarakat Israel dan Palestina, bukanlah untuk mencari solusi. Tantangannya adalah untuk jadi pihak pertama yang berani untuk melakukannya.
Melalui kisahku ini, aku harap masyarakat Israel juga mengetahui bahwa ada harapan. Jika aku, putra organisasi teroris yang berjuang bagi kepunahan Israel, dapat mencapai titik dimana aku tidak hanya belajar mencintai masyarakat Yahudi tapi bahkan juga mempertaruhkan nyawa bagi mereka, maka tentunya ada sinar harapan.
Kisahku juga mengandung pesan bagi orang² Kristen. Kita harus belajar dari penderitaan masyarakatku, yang menanggung beban berat dalam usaha menyenangkan tuhan mereka. Kita harus melangkah lebih jauh daripada sekedar mengetahui aturan² agama sendiri. Sebaliknya, kita harus menerapkan ajaran itu dengan mengasihi umat manusia – dari segala penjuru dunia – tanpa syarat. Jika kita ingin menunjukkan Yesus pada dunia, maka kita pun harus hidup sesuai dengan pesanNya. Jika kita ingin mengikuti Yesus, kita pun harus bersiap-siap untuk ditindas. Kita harus bersyukur karena ditindas demi diriNya.
Untuk para ahli masalah Timur Tengah, para pejabat Pemerintahan², dan para pemimpin agen² rahasia, aku harap kisahku yang sederhana ini bisa memberi sumbangan untuk mengerti masalah dan solusi di daerah² yang paling banyak berperang di dunia.
Aku sampaikan kisahku dengan kesadaran bahwa banyak orang, termasuk mereka yang paling kucintai, tidak akan pernah bisa menerima motivasi dan cara pikirku.
Sebagian orang akan menuduhku bahwa aku menjadi mata² Israel karena alasan uang. Ironisnya adalah aku dulu tidak punya masalah keuangan, tapi sekarang aku benar² hidup kekurangan. Memang benar bahwa dulu keluargaku hidup sengsara, terutama saat ayah dipenjara, tapi akhirnya aku di Palestina bisa menjadi pemuda yang beruang. Dengan gaji dari Pemerintah Israel, aku dulu berpendapatan sepuluh kali lebih banyak daripada pendapatan rata² masyarakatku. Aku dulu hidup senang, punya dua rumah, dan punya mobil sport baru. Bahkan sebenarnya aku bisa mendapat uang lebih banyak lagi.
Ketika aku memberitahu pihak Israel bahwa aku tak mau lagi bekerja bagi mereka, mereka menawarkan untuk memberi modal membangun perusahaan komunikasi yang memungkinkan aku memperoleh jutaan dollar jika aku bersedia tinggal di Israel. Tapi aku menolak tawaran mereka dan datang ke Amerika Serikat, di mana sampai sekarang aku tidak bisa mendapatkan pekerjaan penuh dan tidak memiliki tempat tinggal. Memang aku berharap suatu hari nanti aku tidak kesulitan keuangan lagi, tapi aku telah belajar bahwa uang saja tidak akan pernah bisa membahagiakan diriku. Jika uang adalah tujuan utamaku, tentunya aku sekarang tetap akan tinggal di Palestina dan tetap bekerja bagi Israel. Sejak datang ke AS, aku bisa saja menerima sumbangan dari orang² di sekitarku. Tapi itu tak kulakukan, karena uang memang bukanlah prioritas utama bagiku – dan juga aku tak mau memberi kesan bahwa uanglah yang mendorongku berbuat sesautu.
Sebagian orang mengira aku suka mendapatkan perhatian, tapi aku telah mendapatkan itu pula di tempat tinggalku dulu.
Yang sukar tergantikan adalah kekuasaan dan otoritas yang dulu kunikmati sebagai putra ketua senior Hamas. Setelah mencicipi kekuasaan, aku tahu bahwa itu bisa membuat orang ketagihan – jauh lebih kuat daripada uang. Aku menikmati kekuasaanku dalam hidupku yang dulu, tapi jika kau ketagihan sesuatu, misalnya kekuasaan, maka kau sendiri akan terbelenggu olehnya.
Kemerdekaan, rindu akan kemerdekaan, adalah pesan utama sebenarnya dari kisahku.
Aku adalah putra dari masyarakat yang telah diperbudak oleh sistem² korup selama berabad-abad.
Aku adalah tawanan pihak Israel saat mataku terbuka dan melihat fakta bahwa orang² Palestina sebenarnya ditindas oleh para pemimpin mereka sendiri, selain juga oleh Israel.
Aku dulu adalah pengikut setia agama yang mewajibkan ketaatan penuh untuk melakukan ibadah berat guna menyenangkan tuhan Qur’an, dan agar bisa masuk surga.
Aku dulu punya uang, kekuasaan, dan kedudukan, tapi yang benar² kuinginkan adalah kemerdekaan. Dan kemerdekaan ini juga berarti meninggalkan segala kebencian, kecurigaan, dan keinginan balas dendam.
Pesan Yesus – kasihi musuhmu – inilah yang akhirnya memerdekakan diriku. Sudah tidak jadi masalah siapakah temanku atau musuhku; aku wajib mengasihi mereka semua. Dan aku juga bisa memiliki hubungan penuh kasih dengan Tuhan yang akan menolongku mengasihi orang lain.
Memiliki hubungan seperti itu dengan Tuhan bukan hanya merupakan sumber kemerdekaanku, tapi juga kunci untuk menjalani hidupku yang baru.
Setelah membaca buku ini, mohon jangan mengira bahwa aku adalah pengikut Yesus yang hebat. Aku masih berjuang sampai sekarang. Semua pengetahuanku yang sedikit tentang imanku kudapat dari belajar dan membaca Alkitab. Dengan kata lain, aku adalah pengikut Yesus Kristus tapi aku baru mulai saja menjadi muridNya.
Aku lahir dan dibesarkan di lingkungan relijius yang menetapkan bahwa keselamatan hanya bisa dicapai melalui kerja keras. Aku harus berjuang keras menyingkirkan pandangan ini untuk menerima kebenaran:
Efesus 4:22-24
Sebab itu tanggalkanlah manusia lama dengan pola kehidupan lama yang sedang dirusakkan oleh keinginan-keinginannya yang menyesatkan.
Hendaklah hati dan pikiranmu dibaharui seluruhnya.
Hendaklah kalian hidup sebagai manusia baru yang diciptakan menurut pola Tuhan; yaitu dengan tabiat yang benar, lurus dan suci.
Sama seperti banyak pengikut Yesus lainnya, aku telah meminta ampun atas dosa²ku, dan aku tahu bahwa Yesus adalah Anak Tuhan yang telah jadi manusia, mati bagi dosa² kita, bangkit dari kematian, dan duduk di sebelah kanan Bapak. Aku telah dibaptis. Meskipun demikian aku merasa baru saja berada di pintu gerbang Kerajaan Tuhan. Aku diberitahu bahwa akan jauh lebih banyak lagi daripada ini. Tentunya aku ingin mengalami semuanya itu.
Di saat ini, aku masih berjuang melawan nafsu duniawi, nafsu daging dan setan. Aku masih sering salah mengerti dan bingung. Aku kadang² bergumul dengan permasalahan yang sebenarnya tak nampak. Tapi aku berharap, sama seperti Rasul Paulus menjabarkan dirinya pada Timotius sebagai “orang yang paling berdosa” (1 Timotius 1:16), bahwa aku bisa menjadi orang yang dibentuk Tuhan, selama aku tidak menyerah.
Maka jika bertemu aku di jalanan, mohon jangan minta nasehat atau jawaban tentang arti ayat Alkitab tertentu, karena kemungkinan besar kau jauh lebih berpengetahuan daripada aku. Jangan melihat diriku sebagai piala kemenangan agama Kristen, tapi berdoalah bagiku agar aku bisa terus tumbuh dalam iman dan tidak menginjak banyak jari kaki orang lain sewaktu aku belajar menari bersama Sang Pengantin.
Selama kita mencari musuh di luar dan tidak di dalam diri kita sendiri, maka masalah Timur Tengah akan terus terjadi.
Agama bukanlah solusi masalah Timur Tengah. Agama tanpa Yesus hanyalah keyakinan membenarkan diri sendiri saja. Merdeka dari penindasan juga tidak akan mampu memecahkan permasalahan. Setelah merdeka dari penindasan di Eropa, Israel malah jadi penindas orang lain pula. Jikalau nantinya telah merdeka dari penindasan, umat Muslim akan menjadi penindas orang lain pula. Anak² yang ditindas kelak akan tumbuh besar menjadi orang² yang suka menindas orang lain juga. Hal ini merupakan hal yang klise tapi benar: orang² yang disakiti, jika belum disembuhkan, maka nantinya akan menyakiti orang lain pula.
Karena dimanipulasi dusta dan didorong sikap rasis, kebencian, dan nafsu balas dendam, aku dulu pun menuju jalan yang akan membuatku jadi serupa dengan masyarakatku. Tapi di tahun 1999, aku bertemu dengan Tuhan yang sejati. Dia adalah Bapak yang kasihNya melebihi apapun, yang rela mengorbankan PutraNya yang tunggal untuk mati di kayu salib demi menebus dosa dunia. Dia adalah Tuhan, yang tiga hari kemudian menunjukkan kekuasaan dan kemulianNya dengan membangkitkan Yesus dari kematian. Dia adalah Tuhan yang tidak hanya memerintahkan diriku untuk mencintai dan mengampuni musuh²ku sama seperti Dia pun telah mencintai dan mengampuniku, tapi menguatkanku pula.
Kebenaran dan pengampunan merupakan satu²nya jalan keluar bagi Timur Tengah. Tantangannya, terutama bagi masyarakat Israel dan Palestina, bukanlah untuk mencari solusi. Tantangannya adalah untuk jadi pihak pertama yang berani untuk melakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar