Kamis, 29 April 2010

Bab 13 – Jangan Percaya Siapapun

1996

Setelah ditahan di bawah tanah begitu lama, rasanya senang sekali bisa melihat langit. Rasanya bagaikan belum melihat bintang² di langit selama bertahun-tahun. Bintang² tampak indah, meskipun lampu² kamp tahanan meredupkan terang bintang. Tapi kemunculan bintang² juga merupakan tanda sudah waktunya dilakukan penghitungan kepala dan waktu tidur. Dan inilah yang sebenarnya membingungkan diriku.

Nomerku adalah 823, dan para tawanan ditempatkan berdasarkan urutan nomer. Ini berarti seharusnya aku berada di tenda Hamas di Kotak Tiga. Tapi karena tenda di sana sudah penuh, aku lalu ditempatkan di tenda di sudut di Kotak Satu.

Ketika dilakukan penghitungan kepala, aku harus berada di tempat yang tepat di Kotak Tiga. Dengan begitu, saat penjaga menghitung daftarnya, dia tidak usah mengingat semua penyesuaian yang harus dilakukan agar semua berjalan rapih.

Semua gerakan pada penghitungan kepala dilakukan dengan teratur.

Dua puluh lima prajurit yang bersenjatakan senapan M16 masuk ke Kotak Satu dan bergerak dari tenda ke tenda. Kami semua berdiri menghadap kanvas tenda, punggung kami menghadap prajurit. Tiada seorang pun yang berani bergerak karena takut ditembak.

Setelah mereka selesai di satu tenda, para prajurit itu bergerak ke Kotak Dua. Setelah itu, mereka menutup dua pintu gerbang di pagar, sehingga tiak ada seorang pun dari Kota Satu atau Dua bisa menyelip ke Kotak Tiga atau Empat untuk menutupi tawanan yang hilang.

Di malam pertama di Kotak Lima, aku menyadari adanya hal misterius yang terjadi. Ketika aku pertama kali masuk ke Kotak Tiga, seorang tawanan yang tampak sangat sakit berdiri di sebelahku. Dia tampak sangat menyedihkan, seperti hampir mati saja. Kepalanya dicukur gundul; dia jelas tampak lelah sekali. Dia juga tidak memandang mataku. Siapakah orang ini, dan apa yang terjadi dengannya? Aku heran.

Ketika para prajurit selesai menghitung di Kotak Satu dan bergerak ke Kotak Dua, seseorang merenggut orang itu keluar tenda, dan seorang tawanan mengambil tempatnya di sebelahku. Aku di waktu kemudian mengetahui bahwa celah kecil telah dibuat di pagar antara Kotak Satu dan Tiga sehingga mereka bisa mengganti tawanan dengan tawanan lain.

Sudah jelas bahwa para tawanan tidak mau prajurit²itu melihat orang yang dicukur gundul tersebut. Tapi mengapa?

Malam itu, sambil berbaring di tempat tidurku, aku mendengar seseorang merintih kesakitan tak jauh dari tempatku. Seseorang jelas sangat menderita kesakitan. Tapi aku lalu tertidur lelap.

Pagi hari selalu datang terlalu cepat, dan sebelum aku menyadari, kami telah dibangunkan untuk sholat Fajar. Dari 240 tawanan di Kotak Lima, 140 orang bangun dan berdiri di antrian untuk menggunakan 6 WC – sebenarnya hanya enam lubang dengan pembatasan yang mengelilinginya. Delapan baskom tersedia untuk melakukan wudu. Waktu yang disediakan adalah 30 menit.

Lalu kami berjejer untuk sholat. Kegiatan sehari-hari serupa seperti di mi’var. Tapi jumlah tawanan di sini 12 kali lebih besar. Meskipun banyak tawanan, semua kegiatan berlangsung dengan sangat teratur. Tampaknya tiada seorang pun yang membuat kesalahan. Hal ini terasa aneh.

Setiap orang tampak ketakutan. Tiada seorang pun yang berani melanggar aturan. Tiada seorang pun yang berani menggunakan WC terlalu lama. Tiada yang berani melihat mata tawanan yang sedang diinterogasi atau mata prajurit Israel. Tiada yang berdiri terlalu dekat dengan pagar.

Tak lama kemudian aku mulai mengetahui alasannya. Di bawah pengamatan pengawas penjara, Hamas berkuasa diantara para tawanan penjara dan mereka mencatat angka perbuatan tawanan. Jika tawanan melanggar aturan, maka dia mendapat angka merah. Jika jumlah angka merah terlalu banyak, maka kau harus menghadap maj’d, petugas keamanan Hamas – orang² maj’d ini sangar dan tidak pernah tertawa atau bercanda.

Pada umumnya kami tidak melihat maj’d karena mereka sibuk mengumpulkan keterangan. Bola² berisi pesan dikirimkan dari satu bagian ke bagian lain berasal dari mereka dan untuk mereka.

Suatu hari, ketika aku sedang duduk di tempat tidurku, para maj’d masuk dan berteriak, “Semua keluar dari tenda ini!” Tiada seorang pun yang mengatakan apapun. Tenda itu kosong dalam sekejap. Mereka lalu menarik seorang pria masuk ke dalam tenda, menutup tenda, dan lalu dua orang menjaga di luar tenda. Seseorang memasang TV keras². Orang² lain mulai bernyanyi dan membuat suara² keras.

Aku tak tahu apa yang terjadi dalam tenda, tapi aku tidak pernah mendengar manusia menjerit kesakitan seperti jeritan orang dalam tenda itu. Apa sih yang dilakukannya sampai dia diperlakukan begitu? Aku sangat heran. Siksaan berlangsung selama 30 menit. Lalu dua maj’d membawa dia keluar dan memasukkannya ke dalam tenda lain di mana interogasi dilakukan lagi.

Aku sedang mengobrol dengan seorang teman bernama Akel Sorour, yang berasal dari desa dekat Ramallah, ketika kami disuruh keluar dari tenda.

“Apa yang terjadi di dalam tenda?” tanyaku.

“Oh, dia adalah orang jahat,” katanya ringan.

“Aku tahu dia orang jahat, tapi apa yang mereka lakukan terhadapnya? Dan apa yang telah dia lakukan?”

“Dia tidak melakukan kesalahan apapun di penjara,” jelas Akel. “Tapi kata mereka ketika dia berada di Hebron, dia memberi informasi ke Israel tentang anggota Hamas, dan tampaknya dia membocorkan banyak keterangan. Maka mereka menyiksa dia dari waktu ke waktu.”

“Bagaimana cara menyiksanya?”

“Mereka biasanya menusukkan jarum di bawah kuku²nya dan melelehkan nampan² makanan plastik ke atas kulitnya. Atau mereka membakar bulu tubuhnya. Kadangkala mereka meletakkan tongkat besar di belakang lututnya, memaksanya untuk jongkok selama berjam-jam, dan melarangnya tidur.”

Sekarang aku mengerti mengapa setiap orang begitu berhati-hati dan apa yang terjadi dengan orang gundul yang kulihat saat pertama kali aku datang ke sini. Para maj’d membenci orang² yang bekerja sama dengan Israel, kami semua dicurigai sebagai mata² Israel kecuali jika kami bisa membuktikan tidak melakukan itu.

Karena Israel begitu berhasil mengenal cabang² Hamas dan memenjarakan para anggotanya, maj’d mengira organisasinya dipenuhi mata², dan mereka ingin menemukan mata² tersebut. Mereka mengamati segala perbuatan yang kami lakukan. Mereka mengawasi sikap kami, mendengarkan semua yang kami katakan. Dan mereka menghitung angka kesalahan. Kami tahu siapa mereka, tapi kami tidak tahu orang yang mengawasi kami bagi mereka. Orang yang kukira adalah teman, bisa jadi bekerja bagi maj’d, dan ini bisa saja mengakibatkan aku diinterogasi oleh mereka besok hari.

Aku mengambil keputusan untuk bersikap sangat berhati-hati. Begitu aku tahu keadaan yang sarat rasa curiga dan pengkhianatan di kamp ini, hidupku berubah drastis. Rasanya aku ini jadi orang lain sama sekali – orang yang tidak bisa bergerak bebas, tidak bisa bicara bebas, tidak bisa percaya atau berhubungan atau berteman dengan orang lain. Aku takut berbuat salah, takut terlambat, takut ketiduran pada saat harus bangun, atau lupa mengangguk saat jalsa.

Jika seseorang “tertangkap” oleh maj’d sebagai mata² Israel, tamat sudah hidupnya. Kehidupan keluarganya juga akan hancur. Anak²nya, istrinya, semua orang akan menyingkirkannya. Ketahuan sebagai mata² Israel adalah reputasi terjelek yang bisa dialami seseorang. Antara tahun 1993 sampai 1996, lebih dari 150 orang dituduh sebagai mata² diiterogasi oleh Hamas dalam penjara² Israel. Sekitar 16 orang mati dibunuh.

Karena aku bisa menulis dengan cepat dan rapih, maka maj’d meminta aku untuk jadi juru tulis mereka. Informasi yang kutulis adalah rahasia besar, kata mereka. Dan mereka memperingatkanku untuk tidak menyampaikannya pada siapapun.

Aku menghabiskan hari²ku menulis ulang catatan tentang para tawanan. Kami sangat berhati-hati agar informasi ini tidak jatuh ke tangan penjaga penjara. Kami tidak pernah menyebut nama, hanya nomer kode. Ditulis di atas kertas paling tipis yang ada, informasi itu bagaikan pornografi yang paling menjijikan. Isinya antara lain adalah orang² mengaku bersetubuh dengan ibu² mereka. Seseorang berkata dia bersetubuh dengan seekor sapi. Yang lain bersetubuh dengan anak perempuannya. Seorang pria bersetubuh dengan seorang wanita yang adalah juga tetangganya, dan merekam kegiatan itu dengan kamera rahasia, dan memberikan foto²nya pada Israel. Pihak Israel, kata laporan itu, menunjukkan foto² itu pada wanita itu dan mengancam untuk menyebarkannya pada keluarganya jika wanita itu menolak untuk bekerja sebagai mata² Israel. Maka mereka tetap berhubungan seks bersama sambil mengumpulkan keterangan dan mulai bersetubuh dengan orang lain dan merekamnya secara rahasia lagi, melaporkan pada Israel, Israel lalu mengancam, dan seterusnya, sampai seluruh desa tampaknya ramai² menjadi mata² Israel. Ini adalah informasi² pertama yang harus kutulis ulang.

Semuanya ini tampak tidak waras bagiku. Sewaktu sedang menulis ulang informasi² tersebut, aku menyadari bahwa orang² yang dicurigai itu disiksa hebat sambil ditanyai berbagai hal yang mereka pasti tidak tahu dan mereka memberi jawaban apapun yang memuaskan para penyiksa agar penyiksaan berhenti. Aku juga mengira sebagian interogasi dilakukan tanpa tujuan apapun selain untuk memuaskan fantasi seksual para maj’d yang dipenjara.

Lalu suatu hari, temanku Akel Sorour menjadi korban mereka pula. Dia adalah anggota cabang Hamas dan telah ditangkap beberapa kali, tapi untuk alasan tertentu dia tidak pernah diterima dengan baik oleh tawanan Hamas dari kota besar. Akel hanyalah petani sederhana. Caranya bicara dan makan tampak aneh bagi orang lain, dan mereka mengolok-oloknya. Dia mencoba sebaik mungkin untuk meraih kepercayaan dan hormat mereka dengan cara memasak dan membersihkan bagi mereka, tapi mereka memperlakukannya bagaikan sampah karena mereka tahu dia melayani mereka berdasarkan rasa takut.

Akel sendiri punya alasan untuk merasa takut. Kedua orangtuanya telah wafat. Satu²nya keluarga yang dimilikinya adalah saudara perempuannya. Ini membuat dia lemah, karena tak ada siapapun yang bisa membalas dendam atas siksaan yang dialaminya. Terlebih lagi, temannya yang diinterogasi oleh maj’d menyebut nama Akel saat disiksa. Aku sungguh merasa kasihan padanya. Tapi apa yang bisa kulakukan untuk menolongnya? Aku hanyalah anak muda yang kebingungan tanpa kekuasaan apapun. Aku tahu bahwa satu²nya alasan aku tidak diperlakukan sama seperti tawanan lain adalah karena ayahku.

Sekali sebulan, keluarga² tawanan boleh menjenguk kami. Makanan penjara Israel tidak enak, jadi para keluarga biasanya membawa makanan hasil masak sendiri dan barang² pribadi. Karena Akel dan aku berasal dari daerah yang sama, keluarga kami datang pada waktu yang sama pula.

Setelah proses permintaan yang lama, pihak Palang Merah mengumpulkan anggota² keluarga dari daerah tertentu dan menaikkan mereka semua ke dalam bus. Hanya dibutuhkan menyetir dua jam untuk sampai ke Megiddo. Tapi karena bus harus berhenti di setiap pos penjagaan, dan para penumpang harus diperiksa di setiap perhentian, keluarga kami harus berangkat jam 4 pagi agar bisa mencapai penjara jam 12 siang.

Suatu hari, setelah senang bertemu dengan saudara perempuannya, Akel kembali ke Kotak Lima dengan tas² penuh makanan yang dibeli saudaranya baginya. Dia sangat senang dan tidak tahu apa yang sedang menunggunya. Pamanku Ibrahim datang untuk memberi kuliah, dan ini biasanya adalah pertanda buruk. Aku sudah tahu bahwa biasanya Ibrahim mengumpulkan orang² untuk memberi kuliah agar para penjaga tidak sadar bahwa pada saat itu maj’d sedang membawa seseorang untuk diiterogasi. Kali ini, “seseorang” itu adalah Akel. Maj’d merampas hadiah makanannya dan membawanya masuk ke sebuah tenda. Dia hilang di belakang gorden, dan mulailah kesengsaraannya.

Aku melihat pamanku. Mengapa dia tidak melakukan apapun? Dia telah dipenjara bersama Akel berkali-kali. Mereka menderita bersama. Akel telah memasak dan mengurusnya. Pamanku mengenal orang ini. Apakah karena Akel ini miskin, petani pendiam dari desa, sedangkan pamanku berasal dari kota?

Apapun alasannya, Ibrahim Abu Salem duduk bersama maj’d, tertawa dan makan makanan milik Akel yang didapatnya dari saudara perempuannya. Di tempat yang tak jauh, para anggota Hamas – sesama orang Arab, sesama Palestina, sesama Muslim – menusukkan jarum² ke bawah kuku² Akel.

Aku hanya melihat Akel beberapa kali di minggu² berikutnya. Kepala dan jenggotnya telah dicukur, matanya melekat ke tanah. Dia sangat kurus dan tampak seperti orang tua yang hampir mati.

Tak lama kemudian, aku diberi keterangan tentang Akel yang harus kutulis ulang. Dia mengaku berhubungan seks dengan setiap wanita di desanya, dan juga dengan keledai, dan binatang² lainnya. Aku tahu setiap kata itu adalah dusta belaka, tapi aku tulis keterangannya, dan maj’d mengirim surat ini ke desanya. Saudara perempuannya mengasingkannya. Tetangga²nya menolaknya.

Bagiku, maj’d itu lebih bejad daripada mata² Israel. Tapi mereka berkuasa dan berpengaruh dalam sistem penjara. Kupikir aku bisa memanfaatkan mereka untuk kepentinganku.

Anas Rasras adalah ketua maj’d. Ayahnya adalah dosen perguruan tinggi di Tepi Barat dan teman dekat pamanku Ibrahim. Setelah aku tiba di Megiddo, pamanku meminta Anas untuk membantuku menyesuaikan diri di penjara. Anas berasal dari Hebron, berusia sekitar 40 tahun, sangat bersikap rahasia, sangat cerdas, dan sangat berbahaya. Dia diawasi Shin Bet setiap saat dia berada di luar penjara. Dia punya beberapa kawan, tapi dia tidak pernah ikut menyiksa. Karena itu, aku merasa hormat dan bahkan percaya padanya.

Aku beritahu dia bahwa aku setuju untuk bekerja sama dengan Israel agar aku bisa jadi agen dobel, memiliki persenjataan canggih, dan membunuh mereka dari dalam. Aku bertanya apakah dia bisa menolongku.

“Aku harus memeriksa dulu,” katanya, “Aku tak akan menceritakan hal ini pada siapapun, tapi akan kulihat dulu.”

“Apa maksudmu kau harus lihat dulu? Kamu ini bisa menolong aku atau tidak?”

Aku seharusnya sudah mengetahui bahwa aku tidak bisa mempercayai orang ini. Bukannya menolong diriku, dia langsung memberitahu pamanku Ibrahim dan beberapa anggota maj’d lain tentang rencanaku.

Keesokan paginya, pamanku datang menemuiku.

“Apa yang kau pikir sedang kau lakukan?”

“Jangan takut. Tiada sesuatu yang terjadi. Aku punya rencana. Kau tidak perlu ambil bagian dalam hal ini.”

“Ini sungguh berbahaya, Mosab, bagi reputasimu dan reputasi ayahmu, bagi seluruh keluargamu. Orang lain melakukan hal ini, tapi kamu tidak.”

Dia lalu mulai menanyaiku. Apakah Shin Bet memberiku keterangan orang dalam penjara mana yang harus dihubungi? Apakah aku bertemu dengan petugas keamanan Israel? Apa yang diberitahu oleh dia padaku? Apa yang aku beritahu pada orang lain? Semakin banyak dia menginterogasiku, semakin marah aku jadinya. Akhirnya, aku meledak di hadapan wajahnya.

“Kenapa kau tidak mengurus urusan agama saja dan tidak usah mengurus perihal keamanan? Semua orang ini menyiksa orang lain tanpa tujuan berarti. Mereka sendiri tidak tahu apa yang mereka lakukan. Aku tidak punya apapun lagi yang bisa kukatakan. Aku akan melakukan apa yang ingin kulakukan, dan kau, silakan lakukan apa yang kau inginkan.”

Aku tahu perkembangan ini tentunya tidak baik untuk diriku. Aku yakin mereka tidak menyiksa atau menginterogasiku karena ayahku, tapi aku bisa melihat bahwa pamanku Ibrahim tidak tahu apakah aku mengatakan yang sebenarnya atau tidak.

Pada saat itu, aku sendiri juga tidak merasa yakin lagi.

Aku menyadari bahwa aku bertindak bodoh dengan mempercayai maj’d. Apakah aku juga bodoh jika mempercayai Israel? Mereka tetap belum memberitahu apapun padaku. Mereka tidak menyebut orang manapun yang harus kuhubungi. Apakah mereka ini juga sedang bermain-main denganku?

Aku masuk tendaku dan merasa diriku tertekan secara mental dan emosianal. Aku tidak bisa mempercayai siapapun lagi. Tawanan² yang lain bisa melihat ada yang salah pada diriku, tapi mereka tidak tahu apa tepatnya. Meskipun maj’d tidak menyebarkan apa yang kusampaikan, tapi mereka mengawasiku dengan seksama. Setiap orang merasa curiga padaku. Aku pun merasa curiga terhadap siapapun. Dan kami semua hidup bersama di dalam kandang terbuka dan tidak bisa pergi ke tempat lain. Tiada tempat untuk menghindar atau sembunyi.

Waktu merambat. Kecurigaan pun bertambah besar. Setiap hari, terdengar jerit kesakitan; setiap malam, penyiksaan. Hamas menyiksa anggota²nya sendiri! Biarpun aku mencoba sekuat tenaga, aku tetap tidak bisa membenarkan tindakan itu.

Tak lama kemudian, keadaan semakin memburuk. Jika dulu yang diperiksa satu orang saja, sekarang tiga orang sekaligus pada saat yang sama. Pada saat subuh jam 4 pagi, seseorang berlari keluar, memanjat pagar, dan dalam waktu 20 detik dia sudah berada di luar kamp penjara, baju dan dagingnya tersobek oleh kawat silet. Seorang penjaga menara penjara mengayunkan senapannya dan membidik orang itu.

“Jangan tembak!” teriak orang itu. “Jangan tembak! Aku tidak mencoba melarikan diri. Aku hanya mencoba menghindari mereka!” Dan dia menunjuk pada para maj’d yang memelototinya dari balik pagar. Para prajurit berlari di luar pintu gerbang, melempar tawanan itu ke tanah, memeriksanya, dan membawanya pergi.

Apakah ini Hamas? Apakah ini Islam?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar