Kamis, 29 April 2010

Bab 23 – Perlindungan Illahi

Musim Panas 2002

Hari sangat panas di tanggal 31 Juli, 2002. Suhunya mencapai 102° Fahrenheit (= 39° Celcius). Di kampus Universitas Ibrani, yang terletak di Bukit Scopus (Mount Scopus), tak ada kegiatan kuliah, meskipun sebagian mahasiswa masih menjalani ujian. Mahasiswa² lainnya mengantri untuk mendaftarkan diri pada kelas musim gugur. Pada jam 1:30 siang, kantin universitas yang bernama Frank Sinatra penuh dengan orang² yang berusaha menyejukkan diri, menikmati minuman dingin, sambil mengobrol. Tiada yang sadar bahwa sebuah tas ditinggalkan di situ oleh seorang pengecat bangunan.

ImageImage
Pemboman di kantin Universitas Ibrani.

Image
Masyarakat Palestina merayakan kematian kafir Yahudi di pemboman Universitas Ibrani.

Bom di tas tersebut meledak hebat mengguncangkan kantin universitas, membuat sembilan orang tewas, termasuk lima warga AS. Delapan puluh lima orang lainnya luka², empat belas orang mengalami luka² yang serius.

Di hari yang sama, sahabatku Saleh tiba² menghilang. Ketika kami memeriksa lokasi empat orang lainnya, ternyata mereka pun telah hilang tanpa jejak, bahkan keluarga mereka juga tak tahu. Mereka semua tercantum dalam daftar kami di urutan teratas sebagai orang² yang paling dicari. Kami lalu mengetahui bahwa sel Hamaslah yang meletakkan bom di kantin universitas dan ternyata orang² dalam sel itu tinggal di wilayah Israel, dan bukan di wilayah Palestina. Mereka membawa kartu tanda pengenal Israel berwarna biru yang mengijinkan mereka pergi ke daerah manapun. Lima orang dari mereka tinggal di Yerusalem: mereka punya istri, keluarga baik², dan pekerjaan yang baik pula.

Saat mereka diperiksa, satu nama muncul di permukaan: Mohammed Arman, orang yang tinggal di salah satu desa dekat Ramallah. Di bawah penyiksaan, Arman ditanyai siapakah yang bertanggung jawab atas pemboman Universitas Ibrani. Dia berkata bahwa dia hanya tahu nama panggilan orang itu sebagai “Syeikh.”

Para interogator membawa album foto para teroris, dan memintanya untuk menunjuk yang manakah Syeikh tersebut. Arman menunjuk foto Ibrahim Hamed, dan memberi kami bukti fisik pertama keterlibatannya dengan pemboman bunuh diri.

Image
Ibrahim Hamed.

Kami nantinya akan mengetahui bahwa setelah peranannya terungkap, Hamed menggunakan dirinya untuk melindungi Saleh dan anggota lain dalam sel Hamasnya. Semua sel di bawah kepemimpinannya diberitahu bahwa jika mereka tertangkap, mereka harus menyalahkan segalanya pada Hamed, karena dia merasa siap mati. Untuk beberapa saat, semua jejak berhenti pada Ibrahim Hamed, tapi dia bagaikan ditelan bumi.

Berbulan-bulan setelah Operasi Perisai Pertahanan, di Ramallah masih diberlakukan jam malam. Kegiatan Arafat terhenti sama sekali. USAID telah menghentikan proyek mereka dan tidak memperbolehkan karyawannya masuk ke Tepi Barat. Pos² keamanan Israel mencekik kota Ramallah, dengan tidak memperbolehkan apapun, kecuali ambulans, keluar masuk kota. Aku secara resmi adalah buronan IDF. Semua ini membuatku sukar pergi kemana pun. Meskipun begitu, aku tetap harus bertemu Shin Bet sekali setiap dua minggu untuk membicarakan operasi² yang tengah berlangsung yang tak bisa dibicarakan lewat telepon.

Selain itu, aku pun butuh dukungan moral. Karena aku harus terus menyembunyikan diri, maka aku sangat kesepian. Aku merasa jadi orang asing di kotaku sendiri. Aku tidak bisa membagi hidupku dengan siapapun, bahkan tidak pula dengan keluarga sendiri. Aku juga tidak bisa percaya siapapun. Dulu sebelum jadi buronan, biasanya aku dan Loai bertemu di salah satu rumah² aman di Yerusalem. Tapi sekarang aku tidak bisa lagi meninggalkan Ramallah. Bahkan aku juga tidak bisa menampakkan diri di jalanan pada siang hari. Pokoknya aku harus terus bersembunyi.

Jika agen rahasia Shin Bet datang untuk menjemputku, maka mereka menanggung resiko terlihat oleh feda’iyin dan ketahuan karena aksen Ibrani mereka. Jika agen rahasia itu memakai baju IDF untuk menyamar dan berpura-pura menculik aku, orang bisa saja melihat aku masuk Jeep IDF dan merasa curiga. Jikalau pun rencana ini berhasil, berapa kali kami bisa melakukan aksi pura² ini sebelum akhirnya ketahuan?

Shin Bet lalu mengatur cara yang lebih kreatif agar kami bisa bertemu dengan aman.

Image
Pusat Militer Ofer.

Pusat Militer Ofer terletak dua mil sebelah Selatan kota Ramallah, dan ini merupakan fasilitas militer yang paling ketat penjagaannya di seluruh Israel. Tempat ini sarat dengan rahasia dan punya berlapis-lapis sistem keamanan. Kantor² lokal Shin Bet terletak di Pusat Militer tersebut.

“Oke,” kata Loai padaku. “Mulai sekarang, kami akan datang untuk menemuimu di Ofer. Yang perlu kau lakukan adalah mendobrak masuk.”

Kami berdua tertawa. Tapi aku lalu menyadari bahwa dia serius.

“Jika kau tertangkap,” jelasnya, “ini akan nampak bagi siapapun bahwa kau mencoba memasuki instalasi militer utama untuk melakukan serangan.”

Jika aku tertangkap?”

Rencananya menengangkan. Pada suatu malam gelap di mana aku harus melakukan penyusupan ini, aku merasa seperti aktor di malam pembukaan pertunjukkan – aktor ini akan melangkah ke panggung yang belum pernah dia lihat sebelumnya, pakai baju yang belum pernah dia pakai, tanpa naskah cerita dan tanpa latihan terlebih dahulu.

Aku tidak tahu bahwa Shin Bet telah menempatkan agen² mereka di dua menara jaga untuk menerangi tempat yang harus kutuju. Aku juga tidak tahu bahwa agen² keamanan, yang dilengkapi dengan perlengkapan melihat-dalam-gelap, ditempatkan di sepanjang jalur perjalananku untuk melindungiku jikalau ada orang yang mengikutiku.

Aku terus saja berpikir, Gimana ya jika aku membuat kesalahan?

Aku memarkir mobilku di tempat gelap. Loai telah meminta aku memakai baju gelap, tidak membawa senter, dan membawa pemotong kawat. Aku menarik nafas panjang.

Sewaktu menuju bukit, aku bisa melihat lampu² di Pusat Militer dari jarak jauh. Sesaat sekumpulan anjing² liar menggonggong sewaktu aku mendaki bukit yang terjal. Tak apa mereka menggonggong, selama tidak terlalu menarik perhatian orang.

Akhirnya aku sampai di bagian luar pagar dan aku menelepon Loai.

“Dari sudut, hitung tujuh kaki,” katanya. “Lalu tunggu aba² dariku dan mulailah memotong kawat pagar.”

Aku memotong kawat pagar tersebut, yang tidak dipakai lagi setelah pagar baru dibangun sejak Intifada Kedua, dengan jarak 20 kaki dari pagar lama.

Aku juga telah diperingatkan akan adanya babi² penjaga (iya, memang babi² beneran nih), tapi aku tak menemukan mereka, jadi tak ada masalah. Tempat² militer lain biasanya dijaga oleh anjing² herder atau anjing terlatih lainnya. Ironisnya, orang² Israel yang sadar-kosher (suka yang halal saja – anti haram) malahan memakai babi untuk menjaga tempatnya. Tapi ini benar² terjadi.

Pemikiran di belakang gagasan tersebut adalah babi akan membuat teroris Muslim enggan menyerang masuk. Islam melarang keras Muslim untuk menyentuh babi, sama seperti juga Yudaisme Ortodox. Bahkan larangan di Yudaisme mungkin lebih keras lagi.

Aku tidak pernah melihat babi² menjaga Pusat Militer itu, tapi Loai mengatakan bahwa memang babi² melakukan tugas menjaga Pusat Militer Ofer.

Aku menemukan pintu kecil di dalam pagar baru sebelah dalam yang tak dikunci. Aku masuk ke dalam dan melihat dua menara jaga menjulang bagaikan dua tanduk setan, di dalam instalasi militer paling ketat dijaga di Israel.

“Tetap tundukkan kepalamu,” kata Loai di ponselku,” dan tunggu aba².”

Di sekelilingku terdapat semak². Setelah beberapa saat, beberapa semak mulai bergerak. Ternyata semak² itu adalah agen² Shin Bet yang biasa berkumpul rapat denganku, tapi sekarang mereka memanggul senjata otomatis berat dan mengenakan seragam kamuflase IDF dengan banyak ranting menonjol di mana². Aku bisa melihat mereka senang bermain komando rahasia seperti ini – ini adalah bagian dari penyamaran² mereka, termasuk menyamar menyerupai teroris, feda’iyin, orangtua, atau kadang² wanita.

“Wah, apa kabar nih?” tanya mereka, seakan-akan kami sedang duduk bersama di warung kopi. “Apakah semua baik² saja?”

“Ya, semua baik² saja.”

“Apakah kau punya keterangan bagi kami?”

Kadang² aku membawa rekaman suara atau bukti atau keterangan mata² bagi mereka, tapi kali ini aku tak membawa apapun.

Saat itu hujan mulai turun, dan kami lari ke balik bukit di mana dua Jeep sudah menunggu kami. Tiga orang dari mereka masuk ke Jeep pertama, dan aku meloncat masuk bagian belakang Jeep. Yang lain menunggu di Jeep kedua untuk memastikan aku bisa kembali dengan selamat. Aku kasihan dengan mereka yang berada di Jeep kedua karena saat itu hujan turun sangat lebat. Tapi mereka tampak santai saja.

Setelah bertemu dengan Loai, boss-nya, dan para penjaga selama beberapa jam, aku kembali pulang dengan menggunakan jalur yang sama – aku merasa puas, meskipun jalanan becek, panjang, basah, dan dingin.

Cara bertemu seperti ini kerap kami lakukan. Semua diatur dengan baik, tanpa kesalahan apapun setiap kali pertemuan. Aku tidak usah lagi memotong pagar, tapi aku tetap membawa alat pemotong untuk jaga².

Setelah aku berhasil “kabur” dari penyerangan IDF yang ditonton banyak orang, aku terus berhubungan dengan ayahku untuk memastikan dia baik² saja dan mengetahui apa yang dibutuhkannya. Sekali² aku mengunjungi kantor USAID, tapi karena mereka telah menghentikan hampir semua kegiatanku, aku bisa menyelesaikan tugas kecil dari mereka di komputer pribadi di rumah saja. Di malam hari, aku bergaul dengan para buronan Palestina dan mengumpulkan informasi. Dan di tengah larut malam, sekali atau dua kali sebulan, aku menyusup masuk Pusat Militer untuk rapat bersama Shin Bet.

Di waktu luangku, aku terus bertemu dengan teman² Kristen untuk bicara tentang kasih Yesus. Sebenarnya kami tidak sekedar bicara saja. Meskipun aku hanyalah pengikut sang Guru, aku merasakan kasih dan perlindungan Tuhan padaku setiap hari, dan kasih itu tampaknya mengalir pula dalam keluargaku.

Image
Tengah kota Ramallah.

Di suatu sore, pasukan khusus Israel sedang mencari buronan di Hotel City Inn dan tak berhasil menemukan apapun. Karena lelah, mereka ingin istirahat sejenak di sebuah rumah terdekat. Hal ini merupakan hal yang lumrah. IDF tidak perlu ijin atau perintah atasan untuk bisa melakukan hal itu. Jika keadaan agak tenang, para pasukan khusus Israel akan datang ke sebuah rumah yang mereka pilih untuk beristirahat sambil makan. Kadangkala dalam pertempuran hebat, pasukan akan masuk rumah lokal dan berlindung di dalamnya, tentunya hal ini membahayakan penghuni – tapi cara ini pun dilakukan pula oleh para feda’iyin.

Di hari tersebut, mereka kebetulan saja memilih rumah tempat persembunyian ayahku. Shin Bet tidak tahu akan hal ini. Tiada seorang pun dari antara kami yang mengetahui akan hal itu. Fakta bahwa seorang prajurit memilih rumah ini tanpa sengaja tentunya bukanlah hal yang bisa dicegah atau diduga sebelumnya. Ketika mereka tiba, ayahku “kebetulan” pula sedang berada di lantai bawah.

“Bisakah kau tidak membawa anjing²mu masuk ke rumah?” wanita pemilik rumah meminta pada prajurit². “Aku punya anak² kecil.”

Suami wanita itu ketakutan jikalau para prajurit menemukan Hassan Yousef dan menangkap mereka karena melindungi buronan. Maka dia berpura-pura santai dan tak takut. Dia menyuruh putrinya yang berusia 7 tahun menemui para prajurit untuk bersalaman. Komandan tentara senang melihat anak kecil ini dan mengira orangtuanya hanyalah orang awam yang tak punya hubungan apapun dengan teroris. Dia meminta pada wanita itu dengan sopan apakah anak buahnya boleh beristirahat sebentar di loteng atas, dan wanita itu mengijinkannya. Sekitar dua puluh lima prajurit tinggal di rumah itu selama lebih dari delapan jam, tanpa mengetahui bahwa ayah terletak tepat di bawah mereka.

Image
Tengah kota Ramallah.

Aku tidak bisa menjelaskan bagaimana perlindungan dan berkat illahi tersebut, tapi aku sangat merasakannya secara nyata. Ketika Ahmad al-Faransi (yang dulu pernah meminta bahan peledak padaku bagi para pembom bunuh dirinya) meneleponku dari tengah kota Ramallah dan memintaku untuk menjemputnya dan mengantarnya pulang, aku berkata padanya bahwa aku sedang berada dekat daerah itu dan bisa menjemputnya dalam waktu beberapa menit. Ketika aku tiba, dia masuk ke dalam mobil, dan kami lalu pergi.

Kami belum pergi jauh ketikan ponsel al-Faransi berdering. Al-Faransi merupakan salah seorang yang akan dibunuh IDF dan kantor Arafat meneleponnya untuk memperingatkan bahwa helikopter² Israel sedang membuntutinya. Aku buka jendela mobil dan mendengar dua buah helikopter Apache mendekat. Meskipun kedengarannya mungkin aneh bagi mereka yang tidak pernah merasakan Tuhan bicara pada diri mereka, tapi pada hari itu aku benar² mendengar Tuhan bicara pada hatiku, memerintahkanku untuk belok kiri diantara dua gedung. Aku nantinya mengetahui bahwa jika aku terus menyetir lurus, helikopter Israel akan bisa menembak mobilku dengan tepat. Aku membelokkan mobil dan seketika mendengar suara illahi yang berkata, Keluar dari mobil dan tinggalkan mobil. Kami meloncat keluar mobil dan berlari. Di saat helikopter mencapai target mobilku, yang bisa dilihat pilot helikopter hanyalah mobil kosong diparkir dengan dua pintu depan terbuka lebar. Helikopter itu terbang berkeliling selama enam puluh detik dan lalu pergi.

Aku kemudian mengetahui bahwa badan keamanan Israel menerima keterangan dari mata² bahwa al-Faransi tampak masuk sebuah mobil Audi A4 warna biru tua. Banyak mobil seperti itu di kota kami. Laoi tidak sedang berada di ruang operasi saat itu untuk memeriksa lokasiku, dan tiada seorang pun yang bertanya apakah Audi ini milik Pangeran Hijau. Hanya segelintir anggota Shin Bet yang tahu tentang diriku.

Agaknya aku selamat karena perlindungan illahi. Aku saat itu belum menjadi orang Kristen, dan al-Faransi sudah jelas tidak mengerti akan Tuhan. Teman² Kristenku berdoa bagiku setiap hari. Dan tentang Tuhan, Yesus mengatakan di Matius 5:45, “menerbitkan matahari-Nya untuk orang yang baik dan untuk orang yang jahat juga. Ia menurunkan hujan untuk orang yang berbuat benar dan untuk orang yang berbuat jahat juga.“ Tuhan seperti ini sangat berbeda dengan tuhan Qur’an yang kejam dan penuh dendam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar